Bismillah Pictures, Images and Photos

Sabtu, 13 Agustus 2011

Rumah Berdinding Mimpi

Namaku Vee, seorang remaja beruntung karena terlahir dengan segala bentuk rasa syukur. Lebih beruntung lagi aku memiliki Zaira, adikku satu-satunya yang tumbuh bak berlian seribu karat.
Kami sama !
Sama-sama pengkayal ulung. Pemimpi hebat. Perbedaannya hanya aku suka berselingkuh sedangkan Zaira tidak.
Aku dan Zaira sangatlah dekat, kedekatan kami melalui mimpi-mimpi, melalui ikatan batin dan naluri.
Ayah dan Bunda adalah dua makhluk luar biasa tangguh, mereka jarang dirumah. Bersibuk dengan kegiatan sosial mereka di lokasi-lokasi bencana. Mereka adalah Relawan, manusia hebat menurutku. Karena dengan ikhlas membantu saudara-saudara yang sedang mendapat cobaan.
Kami ikhlas, bahkan tak pernah merengek meminta mereka pulang atau menangis rindu.
Bukan berarti kami sama sekali tidak pernah rindu. Orang tua kami menitipkan kami pada lingkungan sekitar, tinggal dirumah mimpi bersama khayalan tingkat tinggi kami.
Aku dan Rara, begitu panggilan akrab untuk Zaira, selalu diajarkan bahwa ketika kita memiliki iman, ketika kita percaya Allah menghuni hati kita menjaga dengan keEsaanNya maka saat itu pula kita berada bersama orang orang mukmin.
“Kak Vee, Rara, kalaupun Ayah dan Bunda jarang di rumah, kalian jangan sedih, jangan merasa kesepian dan tidak di perhatikan …”
“…… kalian percaya, Allah itu selalu menjaga hati kita, hati bunda, hati ayah, hati kak Vee juga hati Rara jadi meskipun raga kita jauh hati dan jiwa kita selalu dalam dekapan Allah sayang, mengadulah kepada Allah jika kalian rindu”. Ya, untaian kalimat indah Bunda yang selalu Bunda ucapkan sampai kami hafal betul sampai intonasinya. Ayah dan Bunda mempercayaiku menjaga Zaira. Adalah amanah yang luar biasa. Meskipun tepatnya kami saling menjaga.
“Kak, Rara ingin berselingkuh seperti kakak ! Suara lembut dalam pengkuanku seolah merobek gendang telingaku.
Aku tak percaya !
“Rara, kamu…kamu bilang apa sayang ? heran, tetapi tetap ku jaga nada bicaraku.
“Kak, Rara ingin sekali mencicipi perselingkuhan seperti kakak, aku ingin mencoba kak !” Ah, entahlah dari mana Malaikat kecilku berfikir seperti itu. Apakah dia kagum pada kisah-kisah perselingkuhanku yang selalu aku ceritakan. “Ra, kenapa kamu ingin seperti itu, padahal setahu kakak kamu tak suka”.
Sembari ku mengusap lembut bahunya,
“Kak, Rara ingin mencoba hal-hal yang baru, bukankah kakak yang mengajarkan utu ?” timpalnya.
“Iya sayang, kamu boleh lakukan apapun hal yang kamu mau, asalkan hatimu yakin”
“Iya kak. Jadiii, Rara bolehkan berselingkuh ?” air wajahnya tampak begiu riang
“Iya sayang”
Ku daratkan ciuman sayangku dikepalanya yang berlapis kain keindahan seorang muslim.
“terimakasih kak Vee..”lenguhnya
“ya sayang, Oh ya, memangnya Rara ingin berselingkuh dengan apa ?
“Banyak kak, meskipun Rara buta dan terbatars hal yang dapat Rara lakukan, Rara akan selalu mencoba” semakin menunjukan semangat.
“Iya sayang, kamu harus tetap bersyukur dan semangat” Aku benar-benar terharu setiap kali Rara membicarakan kebutaannya, dengan penuh semangat. Rara memang memiliki kekurangan, sejak dia lahir. Bahkan Allah belum memberinya kesempatan seujung kukupun untuk melihat dunia ini.
Tapi, bagiku dia sama sekali tidak buta. Rara melihat dengan mata hatinya. Ah, entah seputih dan sebersih apa jiwanya.
Indah-Indah sekali perangi adikku itu.
Dan dari sinilah aku kagum padanya. Belum sekali pun Rara mengeluh ingin dapat melihat keindahan dunia yang selalu ia tanyakan, seperti apa Alam dan lingkungan yang selama ini menjadi guru kami tempat Ayah dan Budan menitipkan kami. Tak habis fikir bahwa seusia Rara, 11 tahun. Memiki keikhlasan yang tinggi. Namun, yang membuatku benar-benar merasa sakit adalah ketika Rara memiliki mimpi kecil yang pernah dia katakan.
“Kak, jika nanti suatu saat Rara bisa melihat yang pertama iginRara lihat adalah wajah kakak, pasti cantik sekali seperti peri di dongeng-dongeng yang sering  kakak bacakan”.
“Tapi jika memang inilah takdir Rara selamanya, Rara ikhlas. Rara dapat melihatpun sama saja. Rara tidak bisa melihat wujud Allah secara nyata. Iya kan kak ?
Rara percaya apa yang kakak bilang bahwa Allah seperti hati kita masing-masing, tidak dapat kita lihat tetapi dapat kita rasakan”. Ya Allah, Malaikat apa yang kau kirimkan ini, aku benar-benar merasa beruntung diberi kesempatan untuk menjadi seorang kakak untuk Rara.

Pembicaraan seolah tak akan pernah berhenti, sepertinya malam ini mimpi kami tak juga berujung. “Kak, selama ini Rara selalu berteman biola kecil, memainkannya kapanpun Rara mau”.
‘Rara ingin lebih banyak mendengar cerita kakak, tentang apapun itu, cerita kakak selalu membawa Rara masuk kedalamnya dan rara meras sangat bahagia, Rara juga ingin mendengar kakak membaca Al Qur’an didekat Rara, sedikit-sedikit Rara hafalkan, Rara bisa menirukan kakak, iya kak Rara ingin berselingkuh dengan mereka”.
Ya Allah, apa yang harus aku perbuat?
Aku mulai mengingat perselingkuhanku. Ketika aku bosan bernyanyi, aku menyelingkuhi buku danmembaca, ketika aku bosan membaca, aku menulis. Ku selingkuhi perjalanan panjang ku dengan mimpi-mimpi hebat, menata strategi melangkah.
Kisah perselingkuhanku berjalan mulus. Meyakinkanku bahwa ini perselingkuhan halal. Sebetulnya ada kata lain yang lebih lazim untuk menamai dari pada kata “perselingkuhan” tapi, inilah aku, aku nyaman dan ini keren.
Aku tak pernah mau terikat oleh hukum apapun kecuali hukum Allah, yang ia tulis dalam Al Qur’an dan dilengkapi Al Hadist. Dan satu-satunya yang tidak akan dan tidak pernah saya selingkuhi hanyalah Allah, Dzat yang Suci.
Aku berselingkuh, hanya untuk mewarnai hari-hariku dengan perbedaan-perbedaan yang sejatinya indah. Bukan berarti tak ku miliki prinsip yang menyepadankan mimpi, keinginan dan iman. Setidaknya aku paham hal itu.

Benar, malam ini dinding-dinding rumah kami terhiasi dengan kemilau mimpi. Semua! semua hal tentang mimpi. Kami tinggal disalah satu komplek elit didaerah barat Yogyakarta. Rumah kami dibangun dengan mimpi-mimpi sepasang pengantin. Kelak rumah yang mereka bangun akan diramaikan oleh kehadiran anak-anaknya bersama mimpi-mimpi indah yang selalu datang dengan ramah.
Inilah wujud mimpi itu.
Aku, Zaira dan mimpi yang alami berbaur lembut menjadi satu.
“Melangkahlah bersama mimpi yang kamu genggam dengan penuh keyakinan sayang, ambil celah terkecil pada setiap kesempatan. Jangan pernah sia-siakan hal sekecil apapun itu’’.
Kalau yang ini kalimat pamungkas Ayah setiap kali aku dan Zaira selesai bercerita tentang mimpi-mimpi kami.
Ayah dan Bunda memang orang super. Keren.

“Rara, kamu pernah mendengar tentang orang bijak yang berkata, mimpiku adalah ketika masaku habis didunia, aku ingin persembahan yang terbaik untuk semua”.

“Pernah kak, bahkan orang yang berucap itu, selalu meyakinkan Rara pada setiap mimpi Rara”.
“Oh ya, siapa dia ? tanyaku pelan.

“Namanya Kak Vee… hehehe” Ah, Rara menghancurkan suasana, namun dengan kerenyahan nadanya suasana semakin kembal menghangat.

Semakin erat rasanya ikatan mimpi kami. Dan pada akhirnya kami terlelap dengan garis senyum hati kami menjemput mimpi bersama mimpi di rumah berdinding  mimpi.

Dilem, Desember 2010

(Puisi)

Perempuan Kereta Berkalung Senja


Lihat aku, aku perempuan Kereta
Saksikan aku Menarikan keretaku
Mengantar kemana saja yang mereka minta
Yaa, usiaku tak lagi pagi
Telah kulewati siang
Dan segera kan ku jemput senja

Lihat aku, aku perempuan tua
Saksikan aku yang setiap gerakku tergantung beratus nyawa
Yang siap kapan saja kujerumuskan pada ajal
Aku bukan malaikat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar